Senin, 28 Februari 2011

Deklarasi Universal HAM 1948

Nama           : Adelia Ekaputri

NIM              : 10/297393/SP/23976
Mata Kuliah  : PSHAM

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948

Pasca berakhirnya Perang Dunia II, kesadaran masyarakat internasional atas pentingnya penegakan HAM sebagai martabat yang melekat dalam diri manusia, yang sebelumnya kurang atau bahkan tidak dihargai selama perang, mencetuskan ide untuk membentuk suatu standar yang berlaku internasional yang mengatur penegakan HAM. Menindaklajuti ide tersebut, untuk pertama kalinya di dunia, pada pada tanggal 10 Desember 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang berisi 30 pasal yang mengatur tentang penyelenggaraan HAM dibentuk dan disahkan oleh PBB di Paris, Prancis. Jangkauan DUHAM yang universal menjadikannya tolak ukur dan basis banyak negara dalam menentukan dan mengatur undang-undang HAM-nya masing-masing.
Pasal-pasal pertama dalam DUHAM dengan tegas menyebutkan hak-hak sipil manusia atau hak-hak yang mengakui eksistensi manusia sebagai mahkluk hidup; bahwa manusia berhak untuk hidup dan mendapatkan perlakuan sama serta bebas dari segala bentuk diskriminasi, memperoleh kebebasan dan keamanan pribadi. Termasuk di dalamnya: bebas dari penganiayaan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia, seperti perbudakan, disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi atau dihina.
          Hak-hak hukum disebutkan dalam pasal 6-11 yang dengan jelas menyatakan manusia berhak mendapatkan perlakuan sama di dalam hukum dan pengadilan tanpa dihalangi diskriminasi. DUHAM juga mencantumkan bahwa tanpa bukti-bukti yang kuat, tidak seorang pun, walaupun ia dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana, boleh ditangkap, ditahan, atau dibuang dengan sewenang-wenang (asas praduga tak bersalah). Adapun ketentuan hukuman pidana tidak diperkenankan lebih berat daripada hukum yang seharusnya.
          Hak untuk mendapatkan keleluasaan pribadi diatur dalam pasal 13 dan 14, termasuk di dalamnya kebebasan untuk bergerak di dalam batas-batas negara, bepergian ke luar negeri, dan kembali ke negerinya. Setiap orang juga berhak mencari suaka ke negara lain dalam situasi tertentu kecuali untuk kasus pengejaran yang timbul karena kejahatan. Adapun seseorang berhak atas jaminan tentang kehidupan privasinya (pasal 12).
          DUHAM dalam pasal 18 juga memberikan kebebasan seluas-luasnya bagi setiap orang untuk beragama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama, kebebasan untuk mengajarkannya, dan beribadah dimanapun dan dengan siapa saja. Kebebasan mengeluarkan berpendapat -yang juga termasuk hak sipil-, kebebasan berserikat, dan berkumpul secara damai tanpa paksa diatur dalam pasal 19 dan 20. Kemudian dalam kehidupan berpolitik, dalam pasal 21 dinyatakan bahwa seseorang berhak berpartisipasi dalam dalam pemerintahan negaranya dan berhak memperoleh kesempatan yang sama. Adapun dalam ayat 3 pasal 21, disebutkan nilai-nilai demokrasi dimana kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah,  penyelenggaraan pemilihan umum, serta pengaturan hak pilih. Hak seseorang untuk memperoleh kewarganegaraan dinyatakan dengan tegas dalam pasal 15.
Seseorang juga berhak untuk mendapatkan jaminan sosial atas pemenuhan hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana tercantum pada pasal 22, memiliki kebebasan untuk menikah (diatur secara rinci dalam pasal 16), berhak untuk mendapatkan kesempatan kerja (pasal 23); termasuk di dalamnya hari libur dan gaji yang adil (pasal 24), dan berhak untuk mendapatkan pendidikan (pasal 26). Secara khusus dalam pasal 25, DUHAM juga mencantumkan bahwa pengangguran, ibu, anak-anak, lansia, janda/duda berhak mendapatkan perawatan istimewa dari negara guna memenuhi taraf hidup layak bagi semua bagian masyarakat.
Dalam pasal 29, DUHAM mengingatkan; lepas dari segala hak yang telah diberikan negara pada warga negaranya, seseorang tetap harus melaksakan kewajibannya pada negara dan tunduk pada pembatasan yang berlaku di undang-undang negara. Akhirnya, dalam pasal terakhir, DUHAM menyatakan dengan tegas larangan untuk merusak nilai-nilai dasar penyelenggaraan HAM dalam deklarasi ini dan menyalahgunakannya.
Walaupun DUHAM merupakan standar penyelenggaraan dan pembentukan undang-undang HAM di negara-negara peratifikasi, PBB tetap tidak dapat memaksakan negara-negara tersebut untuk mengadopsi penuh ketigapuluh pasal tersebut dalam undang-undangnya dikarenakan kedaulatan negara tidak dapat diintervensi PBB. PBB hanya mampu mengawasi penyelenggaraan  HAM melalui DUHAM sebagai standar yang berlaku. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor kurang efektifnya DUHAM (dan PBB) sebagai sebuah perangkat internasional dalam menghadapi berbagai permasalahan HAM. Namun demikian, DUHAM tetap merupakan wujud upaya yang nyata dari masyarakat internasional yang  menjadikannya sebuah komitmen global dalam pengakuan dan penegakkan HAM di seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar