Sabtu, 26 Februari 2011

REVIEW DUHAM - TUGAS PSHAM B


Reynaldo Krissancha Azarya
10 / 296989/ SP / 23905

      Hak Asasi Manusia pada dasarnya adalah hak hakiki yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai pemberian dari Tuhan YME. Jadi sebenarnya HAM sudah ada sejak jaman dahulu pada kebudayaan berbagai bangsa. Namun, HAM baru dibakukan menjadi butir-butir yang formal pada DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Yang dimaksud dengan DUHAM adalah Universal Independent of Human Right yang dicetuskan pada tanggal 10 Desember 1948 sebagai reaksi atas dampak buruk Perang Dunia II.
      DUHAM terditri dari 30 pasal yang secara keseluruhan memegang teguh prinsip Hak Asasi Manusia yang universal, hakiki, tidak dapat dicabut, tak dapat dibagi, dan saling tergantung. DUHAM membagi Hak Asasi Manusia menjadi Hak Sipil Politik, Sosial, Ekonomi, dan Budaya. Sampai sekarang, DUHAM dengan 30 pasalnya merupakan dokumen yang paling berpengaruh terhadap HAM dewasa ini.
      Lima pasal pertama pada DUHAM menyatakan bahwa manusia sejak dilahirkan memiliki hak yang sama dan merdeka. Oleh karenanya berhak memperoleh hak asasi tanpa dibedakan agama, ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, pendapat politik, atau alasan apapun. Manusia secara seutuhnya berhak untuk hidup merdeka, tanpa adanya perbudakan, dan aman dari penyiksaan ataupun perbuatan tidak manusiawi lainnya. Bahkan tindakan mernedahkan manusia saja sudah dengan jelas dilarang pada pasal kelima.
      DUHAM menjunjung tinggi pengakuan setiap manusia sebagai pribadi yang sederajat dihadapan hukum. Oleh karenanya berhak mendapat perlindungan yang sama, bantuan yang sama, dan diadili dengan adil tanpa ada diskriminasi apapun. Setiap manusia tidak bisa dengan semena-mena ditahan ataupun dibuang. Pasal sebelas dengan detil menyatakan bahwa setiap manusia memiliki asas praduga tak bersalah dan tidak bisa dihukum tanpa kejelasan hukum ataupun dihukum lebih berat daripada yang berlaku saat tindakan tersebut dilakukan.
      Manusia berhak untuk memiliki privasi, baik dalam keluarga maupun kehormatan tanpa dicampuri atau diserang oleh pihak lain. Terhadap negara manusia berhak untuk memiliki kewarganegaraan tanpa boleh dicabut, menentukan di negara mana ia akan tinggal sesuai batas negara, dan memperoleh suaka dari negara atas penganiyayaan selama tidak bertentangan dengan tujuan dan prinsuip PBB. Hak-hak yang telah disebutkan seblumnya menjadi landasan bagi manusia untuk menentukan nasibnya sendiri.
      Dalam hal berkeluarga, seseorang yang sudah dewasa berhak untuk menikah dan membentuk keluarga sesuai kehendak masing-masing mempelai. Hak individu seperti kepemilikan harta benda juga diakui, bahkan hak-hak intelektual seperti hak beragama, berekspresi, dan berpendapat juga dijunjung tinggi pada pasal 17, 18, dan 19. Hak ini memberi peluang bagi manusia untuk memperoleh hak berserikat dan berkumpul tanpa paksaan.
      Kesepuluh pasal yang terakhir secara mendetail membahas mengenai tindak lanjut dari 20 pasal sebelumnya. Hak yang sama untuk ikut serta dalam pemerintahan negaranya, baik secara jabatan, akses terhadap fasilitas negara, hingga dalam hal jaminan sosial dibahas pada pasal 21 dan 22. Sementara pasal 23, 24, dan 25 menjamin hak manusia untuk memilih sendiri pekerjaannya untuk bekerja dan menghidupi diri dan keluarganya dengan upah yang adil dan melindungi haknya untuk memperoleh istirahat, liburan, serta pembatasan jam kerja yang manusiawi.
      Hak dalam pendidikan juga ditekankan pada pasal 26, sehingga mampu berpartisipasi dalam kehidupan kebudayaan masyarakat secara terlindungi pada pasal 27 dan 28. Namun disamping hak-haknya, manusia juga memiliki kewajiban untuk dipenushi sesuai pasal 29 terhadap masyarakat maupun kewajiban dalam pemenuhan hak-haknya. Artinya hak-hak tersebut tidak bisa digunakan sewenang-wenang dengan mengganggu pemenuhan hak manusia lainnya.
      Keseluruh pasal tersebut, pada bagian akhir dijelaskan sebagai acuan yang tidak dapat digunakan oleh pihak manapun untuk melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghancurkan atau mentiadakan hak-hak yang telah tercantum pada DUHAM ini. Namun akibat sifat DUHAM yang merupakan acuan, seringkali memunculkan sifat HAM yang berbeda-beda. Misalnya daerah hitam dimana suatu perbuatan dengan jelas dinyatakan melanggar HAM, daerah abu-abu dimana belum ada kesepakatan jelas, dan daerah putih dimana suatu hal disepakati karena dianggap sesuai dengan HAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar