Sabtu, 26 Februari 2011

The Universal Declaration Of Human Rights



Dine Chandra Devi
  10/296561/SP/23851 

.
Resolusi 217 A (III) oleh Majelis Umum PBB  di Paris menorehkan langkah baru dalam penanggalan kodifikasi primordial HAM beserta sistemnya. Kala itu, tepatnya pada tanggal 10 Desember 1948 dicetuskan pandangan yang merangkum jaminan hak asasi manusia sebagai ruang lingkup utama. Dimana dalam hal ini, duka yang diakibatkan oleh Perang Dunia mengambil peran sebagai faktor utama pengukuhan adanya kebutuhan mendesak akan perlindungan hak manusia sebagai pribadi individu terkait. Resolusi ini kita kenal dengan nama Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia. 

Deklarasi yang menjawab teriakan dunia akan hak yang sepatutnya diterima oleh masing-masing individu sejak lahir ini, merupakan titik awal ekspresi atas rintihan global dimana pertanyaan akan proteksi hak atas pengakuan dan martabat yang sama sebagai komposisi  dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia menjadi sesuatu yang tak hanya bersifat moralitas semata. 

Ide dan nilai akan hak asasi manusia sebenarnya telah ada sejak lama. Bahkan dapat dikatakan bahwa hak asasi itu telah menjadi warisan baik dari Adam maupun Hawa itu sendiri. DUHAM itu sendiri sesungguhnya merupakan suksesor dari pendahulunya -The United Nation Charter yang mengatur tentang universal respect atas hak asasi manusia dan kebebasan fundamental tanpa batasan ras, bahasa, gender, maupun agama. Namun seiring dengan berlangsungnya PD II pelaksanaan charter ini pun terkubur bersama anarki sosial global. 

DUHAM dimulai dengan preambule sebanyak 7 paragraf, yang secara garis besar menggambarkan alasan pentingnya penerapan adaptasi dari deklarasi. Kemudian ditutup dengan proklamasi sebagai upaya persetujuan akan isi deklarasi. 

Pasal pertama yang terkandung dalam DUHAM menyatakan hak merdeka dan equalitas martabat bagi setiap manusia. Kemudian disusul dengan pasal kedua tentang subjek kebebasan yang tidak pandang bulu. Ketiga, hak untuk hidup, bebas, dan aman. Keempat, larangan perbudakan. Kelima, larangan akan berbagai bentuk penganiayaan. Keenam, pengakuan di depan hukum. Ketujuh, perlindungan hukum non diskriminasi. Kedelapan, pemulihan efektif dari pengadilan nasional. Kesembilan, larangan penahanan, pembuangan, dan penahanan yang sewenang-wenang. Kesepuluh, persamaan penuh atas peradilan bebas yang adil dan terbuka.

Adapun pada pasal kesebelas dalam dua ayatnya tercantum bahwa tindak kelalaian yang bukan tindak pidana tidak dinyatakan bersalah, serta mosi tidak bersalah. Keduabelas, perlindungan urusan pribadi. Ketigabelas, ayat satu dan dua menggambarkan kebebasan manusia untuk bergerak dalam batas suatu negara, dan untuk memilih pergi ke negeri yang diinginkan. Keempatbelas, hak mendapatkan suaka di luar negeri dalam ayat pertamanya, serta ketidakberlakuan suaka bagi penjahat yang melanggar dasar-dasar tujuan PBB sebagai ayat kedua. Kelimabelas, berhak atas kewarganegaraan dan mempertahankan kewarganegaraannya. Keenambelas, kebebasan dalam memilih pasangan hidup dan kehidupan berumah tangga. Ketujuhbelas, hak untuk memiliki harta dan tidak diperkenankan untuk merampasnya. Kedelapanbelas, kebebasan beragama. Kesembilanbelas dan keduapuluh, yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat serta kemudian berserikat dan berkumpul.

Disusul oleh pasal keduapuluh satu, hak untuk berperan dalam pemerintahan. Keduapuluh dua, hak atas jaminan sosial. Keduapuluh tiga, kebebasan dalam bekerja. Keduapuluh empat, hak upah serta hiburan dan liburan. Keduapuluh lima, hak mendapatkan perawatan kesehatan. Keduapuluh enam, hak memperoleh pendidikan. Keduapuluh tujuh, kebebasan dalam berkarya. Keduapuluh delapan, hak akan tatanan sosial dan internasional. Keduapuluh sembilan, kebebasan dalam berkepribadian. Dan terakhir; tertera dalam DUHAM pasal 30 tentang penggunaan deklarasi, yang tidak diperkenankan bagi siapapun untuk menyalah gunakan dan merusak isi dari deklarasi itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar