Jumat, 25 Februari 2011

Review DUHAM

Afina Nurul Faizah
10/296376/SP/23832

Isu tentang hak asasi manusia telah muncul sejak lama, sejak manusia pertama hidup di muka bumi. Ide-ide mengenai hak asasi juga bukan merupakan barang baru, karena disadari atau tidak para pemikir dan penguasa berabad-abad yang lalu telah mengenal istilah hak asasi dalam pemikiran-pemikirannya.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dibuat pada tanggal 10 Desember 1948 dengan tujuan penegasan bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum. Hak asasi manusia, sebagaimana yang telah kita ketahui, merupakan serangkaian hak yang secara otomatis ada ketika seorang manusia lahir, dengan sifat universal, hakiki, tidak dapat dibagi, dan saling tergantung dari hak yang satu ke hak lainnya.
DUHAM menjelaskan banyak sekali hal-hal yang bersifat esensial berkaitan dengan hak asasi manusia; sebagai contoh, setiap manusia berhak atas segala hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di DUHAM dengan tidak ada pengecualian apapun, seperti warna kulit, ras, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, dan sebagainya. Bahkan untuk urusan pribadi seperti urusan rumah tangga, keluarga, hubungan surat menyurat, dijelaskan di DUHAM bahwa setiap orang berhak atas hak pribadi tersebut dan tidak diperkenankan merusak nama baik seseorang.
DUHAM menuliskan seluruh hak-hak asasi manusia yang harus dipenuhi, tidak hanya secara sosial tetapi juga secara hukum, contohnya pasal 7, bahwasannya semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Hak kewarganegaraan juga dicantumkan di DUHAM. Pada pasal 15, disebutkan bahwa setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan, dan tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk mengganti kewarganegaraannya. Dalam pasal ini kasus yang diangkat adalah muslim perahu Rohingya yang tidak mendapatkan kewarganegaraan Myanmar dan mengalami pengusiran dari negaranya.
Tidak ada negara atau bangsa yang bisa lepas dari problematika HAM, tetap ada saja pasal-pasal di DUHAM yang menyisakan kontroversi. Contoh terdapat pada pasal 16:
(1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.
(2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
Tidak ada batas pada pasal tersebut; apakah pernikahan tersebut diharuskan pernikahan antara lelaki dan perempuan, ataukah diperbolehkan melaksanakan pernikahan sesama jenis? Pernikahan sesama jenis ini berada di wilayah abu-abu dalam kajian hak asasi manusia. Di satu sisi, pernikahan sesama jenis berbenturan dengan norma agama dan sosial masyarakat Indonesia. Sementara di sisi lainnya, pernikahan ini mengakui hak asasi manusia kaum pecinta sesama jenis, yang dengan melarang pernikahan sejenis berarti kita melukai hak asasi kaum pecinta sesama jenis.
DUHAM merupakan sebuah deklarasi mengenai hak asasi manusia di seluruh dunia, yang menegaskan tentang semua hak individu manusia. DUHAM mencantumkan hak-hak pribadi, hak-hak perlindungan hukum, hak-hak kewarganegaraan, hingga hak kebebasan dalam berpikiran dan berpandangan. Namun, tidak semua poin dalam DUHAM sesuai dengan norma-norma seluruh bangsa; selalu ada poin kontroversial yang menyisakan wilayah-wilayah abu-abu dalam kajian HAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar